Di tepi danau Maninjau, terdapat beberapa masjid yang berusia ratusan tahun dan bersejarah. Salah satunya adalah masjid Ummul Qura. Bangunan masjid ini masih mempertahankan keasliannya. Dan hingga kini masih kokoh berdiri sebagai tempat ibadah umat muslim. Masjid Ummul Qura berlokasi persis di pinggir Danau Maninjau, tepatnya di Jorong Bancah, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Dalam sejarahnya dan berdasarkan papan nama yang ada, masjid ini berdiri sejak tahun 1907. Masjid Ummul Qura berawal dari sebuah masjid di sekitar perbukitan Jorong Bancah. Hal itu mengingat semula masyarakat banyak yang tinggal di lereng perbukitan. Namun, karena sesuatu hal, lokasi masjid berpindah ke tepi danau seperti sekarang. Menurut catatan Hamka dalam buku ‘Ayahku’, pada sekitar tahun tersebut masjid di sekeliling Danau Maninjau banyak yang diperbaiki dan diperbarui menjadi baru.
Nama masjid ini, yakni Ummul Qura berasal dari bahasa Arab yang berarti ibu atau pusat negeri. Pasalnya, masjid ini tak hanya menjadi pusat keagamaan, tetapi juga kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan adat Minangkabau. Bangunan masjid ini sudah ada beberapa yang mengalami perombakan dibandingkan bentuk awalnya. Perombakan yang dilakukan meliputi pembuatan lorong di sekeliling masjid dan penggantian atap. Secara umum, bentuk masjid ini tak jauh berbeda dengan masjid lainnya di tepi Danau Maninjau, seperti Masjid Raya Maninjau dan Masjid Al-Ihsan Gasang dan Masjid Syekh Amarullah. Masjid ini memiliki atap bersusun dan berbentuk payung terkembang. Menurut tata ruangnya, masjid ini terdiri dari tiga bagian, yakni ruang utama yakni berfungsi sebagai ruang untuk salat, ruang beranda yang menghadap ke jalan, dan ruang mihrab yang menghadap ke danau.
Pada teras berbentuk lorong yang mengelilingi bangunan, kita dapat melihat bentuk lengkung di antara pilar di sepanjang sisinya. Lengkung ini terbuat dari bata dengan sedikit profil mengikuti lengkungan yang ada. Di bawahnya, terdapat pagar dari bata dan pagar besi.
Arsitektur Masjid Ummul Qura dicirikan dengan atap berbentuk segi empat sebanyak empat tingkatan, antara tingkatan atap terdapat banyak jendela-jendela kecil. Tingkatan berikutnya terdapat dua tingkatan yang berbentuk patung dengan banyak segitiga di ujungnya, terakhir puncak masjid yang dihiasi oleh perpaduan bulan dan bintang. Setiap lengkungan antara pilar-pilar di sekeliling dinding masjid memberikan keunikan sendiri. Pada bagian dalam masjid, maka terlihat langit-langit dengan susunan bilah papan yang rapi tanpa celah. Dinding masjid dihiasi kaligrafi bertuliskan bahasa Arab yaitu Surah Al-Fatihah dan QS Al-Baqarah ayat 46 yang memiliki arti yaitu “dan minta tolonglah kalian semuanya denagn melakuakn sabar dan shalat. Sesungguhnya shalat adalah hal yang berat (untuk didirikan) kecuali atas orang-orang yang takut (terhadap Allah).
Memiliki 9 tiang. 8 tiang kecil dan 1 tiang utama lebih besar dan berada di tengah masjid. Dahulunya Tiang terbuat dari kayu. Seiring waktu, tiang diganti dengan semen. Meski berubah, seni ukir dengan ragam bentuk masih menghiasi tiang. Sebagai simbol kekokohan dan kebersamaan hidup bermasyarakat. Atap masjid ditopang oleh sembilan buah pilar penyangga dan satu buah tiang yang berada di tengah-tengah. Pada setiap tiang, terdapat seni berupa gambar masjid yang mengambarkan masjid zaman kuno.
Lingkungan masjid masih asri dan tidak begitu signifikan renovasi yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Sebagaimana umumnya masjid di Minangkabau, masjid ini memiliki kolam-kolam yang berada di setiap sudut masjid. Sebelum adanya listrik yang masuk, maka kolam ini dijadikan sebagai tempat berwudu bagi santri dan jemaah walaupun kolam tersebut berisikan ikan air tawar milik para kyai dengan berbagai ukuran dapat ditemukan.
Masjid Ummul Qura adalah Masjid Tertua di Kanagarian Maninjau. Menjadi Pusat aktivitas keagamaan dan adat Istiadat dahulunya. Masjid juga pusat pendidikan (menuntut ilmu pengetahuan), bela diri (silat tradisional) dan politik. Rumah ibadah itu juga pernah menjadi basis perjuangan kaum Padri melawan Penjajahan Belanda sekitar 1803-1838. Hampir sama dengan Masjid Syekh Amrullah di Nagari Sungai Batang yang tidak jauh dari lokasi berdirinya masjid Ummul Qura.